Narasi BlogSpot

MEMBACA,MENAMBAH WAWASAN____MENULIS,MEMPERTAJAM ANALISA___DISKUSI,MEMBUKA CAKRAWALA

Jumat, 17 April 2015

Hijrahku dalam bingkai "Mitsaq Gholidho"


Demi zat yang jiwaku ada di gengamanNya
Terimakasih atas indahnya jalan cinta ini...


Jiwa yang bebas lepas, tanpa belenggu, tanpa batas...
Tatanan verbalisasi yang begitu indah mengalir hingga membisukan tatanan sistem para pemain laga ...
Ekspresi emosi yang tuntas terluap atas setiap manufer yang tersaji ...
Dan raga yang tak kenal lelah menapaki setiap langkah, menuju sajian indahnya katulistiwa ...

Kini ketika sebuah kalimat sakti yang mampu menggoncangkan wilayah langit telah terucap, ketika lima keping dinnar menjadi mahar atas perhelatan dan para saksi penghuni bumi dan langit mengucap “baarokallohu laka wa baaroka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoir” atas perhelatan yang tersaji pada dua insan maka...... seluruh jiwa, verbal, ekspresi emosi, hingga raga akan teruji dalam bingkai mistaq gholidho.

Tibalah saatnya hijrah ke pulau sebrang ...
Hijrahku atas nama cinta... cintaku padaMU,
Hijrahku atas nama taat... taatku padaMU, 
Hijrahku atas nama kehambaanku padaMU tuk taat pada lelaki yang kini, dengan ketaatanku padanyalah yang akan membawaku padaMU.

Dalam kesendirian hijrahku, Pergejolakan manusiawiku tetiba tak tertahan. 
Ragaku singgah di negeri awan, namun angganku melayang pada kaleidoskop tanah kelahiranku, pada kedua manusia tercinta dimana restunya telah menyertai setiap langkahku, serta seluruh “aku dengan segala atmosfer terdahulu”.
Wahai penulis skenario hidupku, mampukan hambaMU

Sebulan setelah perhelatan indah itu terlaksana, KAU kirimkan sebuah hadiah yang begitu indah, yang terus berkembang didalam tubuhku. Sebuah titipan dariMU yang akan menjadi penerus generasi ummatMU, dalam sujud ku bergema “Allahumaj’alnii mukima shollat wa min dzuriyatii, robbana wa taqobal du’a”.  
Wahai pemilik jiwa...  izinkan jalan cinta ini berawal, berlangsung, dan berakhir atas namaMU.

Zona baru,  ketika diri menjadi muhajir dan berkumpul dengan kaum ansor sebagai sebuah satu kesatuan yang bernama bani ghoni (sebuah keluarga besar keturunan india pakistan yang bermukim di pulau kalimantan selatan). Hati ini bersuara, ENGKAU bersamaku, tuntun hamba ya Robb.... sungguh ini benar-benar zona baru dimana sangat berbeda dengan sajian hidupku sebelumnya. 

SajianMu kali ini cukup membuatku menjadi observer semata karena seluruh verbalisasiku, jiwaku, hingga ragaku terpasung atas segala perbedaan terirorial, budaya sekitar, aturan maen, dan para pemain laga yang KAU sandingkan. Ketika sujud, ku tak tahu menahu lagi apa yang hendak ku katakan padaMU, namun tubuhku bergetar hebat.... hatiku berkata ”KAU memahamiku dengan sangat baik, tentu sajian yang KAU beri memang layak tersaji”. 

Kala subuh, lamunanku tersadar dengan panggilanMU.... dan tubuh lelaki disampingku bergerak memenuhi panggilanMU, disetiap panggilanMU menuju rumahMU dan berkumpul dengan seluruh hamba yang mencintaiMU.

KAU tau.... itu sangat melegakanku, terimakasih telah mengirim lelaki perkasa yang mampu menempuh perjalanan terjauh, terpanjang, dan terberat pada setiap panggilanMU. Bagiku lelaki perkasa bukan dia yang mampu menaiki puncak tertinggi dari pegununganMU di berbagai wilayah, bukan dia yang mampu melakukan perjalanan terpanjang mengelilingi bumi, bukan dia yang mampu menyelam ke dasar laut terdalam. Tapi dia yang memenuhi panggilanMU dimanapun, dalam kondisi apapun.  Demi zat yang jiwaku ada di gengamanNya, terimakasih atas indahnya jalan cinta ini...

Rasa yang tak logis ataukah logika yang tak berasa, dalam perjalananya telah bermuara pada mitsaq gholidha, karena segalanya berawal, berjalan, dan berakhir atas nama Illahi Robbi